Senin, 24 Januari 2011

Emotional Quotient (Kecerdasan Emosi)

Emosional Quotient (EQ) merupakan potensi dasar dalam pengembangan kecerdasan seseorang secara menyeluruh (kaffah).

Menurut Goleman (2000) EQ dikembangkan dalam 5 dimensi yaitu :
1. self awareness (sadar diri)
2. self regulation (mengatur diri)
3. self motivation (memotivasi diri)
4. emphaty (memahami perasaan orang lain)
5. social skill (menjaga hubungan)

Sedangkan Ki Hajar Dewantoro mengembangkan EQ ini dengan 3 konsep :
1. ing ngarso sung tulodo (di depan memberi teladan)
2. ing madya mangun karso (di tengah membangun keinginan)
3. tut wuri handayani (di belakang memberi dukungan)

Intelligent Quotient (kecerdasan intelektual), Spiritual Quotien (kecerdasan spiritual) dan kecerdasan lain menurut penulis merupakan akibat dari EQ ini. Ada 7 kunci kemampuan yang berhubungan dengan EQ ini, yaitu :
1. Self Control (mengontrol diri)
2. intentionality (ketekunan/kesungguhan)
3. relatidness (berhubungan dengan orang lain)
4. confidence (percaya diri)
5. curiosity (rasa ingin tahu)
6. communicate (komunikasi)
7. cooperativeness (bekerja sama)

Tujuh kemampuan di atas, jika dikembangkan akan menghasilkan kemampuan yang luar biasa termasuk kepada peningkatan kemampuan seseorang secara utuh.

Rabu, 12 Januari 2011

Pesan Manajemen Surat An-Nass

Dalam Al-Qur’an surat An-Naas, kita menjumpai kalimat :
1. “rabbinnaas” (Pendidika Manusia),
2. “malikinnaas” (Penguasa Manusia), dan
3. “ilahinnaas” (Tujuan Manusia).
Kalau kita cermati susunan kalimat ini, jelaslah di sini terlihat pesan manajemen bagi kita dalam menjalani apapun di kehidupan ini. Setiap kita menginginkan dirinya menjadi tujuan, atau menjadi orang yang dihormati, dihargai, dimengerti, dan lain-lain.
Untuk menjadi tujuan orang lain, tentu kita harus menguasai orang lain dengan segala kebaikan yang kita lakukan. Dan tak mungkin kita bisa menguasai orang lain, tanpa tertanam niat untuk memberikan pendidikan atau tarbiyah kepada orang lain. Niat tulus membesarkan orang lain itulah yang mengawali kita berbuat dalam konteks apapun.
Jadi, kesimpulannya berikan pendidikan terbaik untuk orang lain, pasti kita akan menguasai orang tersebut, dan selanjutnya mereka akan menghargai dan menghormati kita. Oleh karena itu, jadilah “rabb”, pasti akan jadi “malik”, dan pasti akan menjadi “ilah”. Wallahu a’lam

Sabtu, 01 Januari 2011

Membumikan Al-Qur'an

Islam adalah system hidup terbaik yang diberikan oleh Allah kepada manusia (innaddiina “indallaahil-Islam). Lantas bagaimana kita selaku penganutnya menjadikan Islam ini sebagai system hidup kita. Rasulullah Muhammad SAW mendakwahkan Islam dengan pendekatan hati dan akal manusia. Tidak ada sedikitpun hal-hal yang keluar dari rasa dan logika manusia sebagaimana kita melihat kehidupan dan dakwah Rasulullah SAW. Kita bisa melihat bahwa Kehidupan Rasulullah SAW adalah kehidupan yang sangat manusiawi. Oleh karena itu seluruh sisi kehidupannya adalah praktek hidup yang bisa kita tiru yang semestinya kita jadikan rujukan di dalam menjalani kehidupan kita. Jadi standar hidup seorang muslim adalah kehidupan Rasulullah SAW.

Bagaimana upaya kita untuk meng-Islamkan kehidupan kita, kehidupan keluarga kita, kehidupan masyarakat kita, terlebih kehidupan anak-anak kita sebagai penerus bangsa. Anak kita adalah amanah yang dititipkan oleh Allah untuk dididik dengan pendidikan Islam. Anak kita kita bisa menjadi fitnah, yang dapat menyengsarakan kehidupan kita dunia dan akhirat ketika kita salah mengarahkan kehidupannya.

Rasulullah SAW mengingatkan kita bahwa setiap anak dilahirkan dalam keadaan suci, orang tua sebagai lingkungan terdekatnya yang menjadikan mereka hidup seperti Yahudi, hidup seperti Nasrani, ataupun hidup seperti Majusi. (Kullu mauluudin yuuladu ‘alaifitrah, fa-abawaahu yuhawwidaanihi au yunasshiroonihi au yumajjisaanih).

Anak-anak kita memang dilahirkan dalam keadaan Islam, mengaku dirinya Islam, akan tetapi tidak sedikit kelakuannya adalah kelakuan Yahudi, sikap hdupnya adalah sikap hidup Nasrani, Penampilannya dalah penampilan Majusi. Kita tengok anak-anak kita pergaulannya, tutur katanya, gaya hidupnya, pakaiannya, terlampau jauh dari aturan-aturan Islam.

Hal paling dianggap biasa dalam kehidupan kita adalah pakaian anak-anak perempuan kita, mereka terbiasa dengan celana pendeknya, bahkan tidak sedikit mereka berani memakai celana yang sangat pendek. Anak-anak kita terbiasa dengan celana ketatnya bahkan sangat ketat, sehingga mereka berpakaian seperti tidak berpakaian. Padahal Rasululullah SAW telah mengingatkan kita, bahwa akan datang suatu masa dimana anak-anak perempuan berpakaian tapi hakikatnya tidak berpakaian, mereka berlenggak-lenggok menciptakan daya tarik bagi lawan jenisnya, orang seperti ini jangankan masuk ke dalam surga, mencium baunya saja tidak. Lantas ini menjadi tanggung jawab siapa? Tentu tanggung jawab kita selaku orang tuanya.

Belum lagi anak-anak kita, telah terkotori aqidahnya. Mereka takut setan, mereka takut hantu, karena dalam persepsinya setan dan hantu adalah makhluk menakutkan sebagaimana mereka lihat di film-film dan cerita horor. Padahal setan itu adanya pada hati manusia, mereka bersembunyi di hati manusia, mereka berbisik-bisik di hati manusia (min syarril waswasil khonnas alladzi yuwaswisu fii shuduurinnas), ayat ini tidak asing di telinga kita, bahkan anak TK pun hafal. Ini akibat apa? Kita sering berhenti membaca Al-Qur’an pada tataran pahala saja. Kita baca Al-Qur’an, kita yakin mendapatkan pahala, selesai. Padahal untuk itukan Al-Qur’an diturunkan? AL-QUR’AN ADALAH PETUNJUK YANG PALING LURUS (inna hadzal qur’an yahdi lillati hiya aqwam).

Mengakhiri khutbah singkat ini, khatib mengajak kita semua untuk senantisa meningkatkan iman dan taqwa kita dengan cara membenahi kehidupan kita, kehidupan anak-anak kita, kehidupan keluarga kita, masyarakat kita, dengan kehidupan Islam sebagaimana dicontohkan Rasulullah SAW. Kita tidak perlu belajar terbang, belajarlah membuat pesawat yang dapat mengajak orang lain terbang. Kita tidak perlu belajar berjalan menyebrang di atas air, belajarlah membuat perahu yang dapat menyebrangkan orang lain. Itulah secuil hikmah yang terkandung dalam ajaran Islam.

BAAROKALLOOHU LII WALAKUM ...

Rabu, 22 Desember 2010

Kemuliaan Manusia


Ternyata, derajat kemuliaan seseorang dapat dilihat dari sejauh mana dirinya punya nilai manfaat bagi orang lain. Rasulullah SAW bersabda, "Khairunnas anfa’uhum linnas", "Sebaik-baik manusia diantaramu adalah yang paling banyak manfaatnya bagi orang lain." (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadits ini seakan-akan mengatakan bahwa jikalau ingin mengukur sejauh mana derajat kemuliaan kita, maka ukurlah sejauh mana nilai manfaat kita?

Emha Ainun Najib membagi manusia ke dalam lima golongan, yaitu :
manusia wajib, sunat, mubah, makruh, dan haram


Apa itu manusia wajib? Manusia wajib ditandai jikalau keberadannya sangat dirindukan, sangat bermamfat, perilakunya membuat hati orang di sekitarnya tercuri. Tanda-tanda yang nampak dari seorang manusia wajib, diantaranya dia seorang pemalu, jarang mengganggu orang lain sehingga orang lain merasa aman darinya. Perilaku kesehariannya lebih banyak kebaikannya. Ucapannya senantiasa terpelihara, ia hemat betul kata-katanya, sehingga lebih banyak berbuat daripada berbicara. Sedikit kesalahannya, tidak suka mencampuri yang bukan urusannya, dan sangat nikmat kalau berbuat kebaikan. Hari-harinya tidak lepas dari menjaga silaturahmi, sikapnya penuh wibawa, penyabar, selalu berterima kasih, penyantun, lemah lembut, bisa menahan dan mengendalikan diri, serta penuh kasih sayang.


Bukan kebiasaan bagi yang akhlaknya baik itu perilaku melaknat, memaki-maki, memfitnah, menggunjing, bersikap tergesa-gesa, dengki, bakhil, ataupun menghasut. Justru ia selalu berwajah cerah, ramah tamah, mencintai karena Allah, membenci karena Allah, dan marahnya pun karena Allah SWT, subhanallaah, demikian indah hidupnya.

Karenanya, siapapun di dekatnya pastilah akan tercuri hatinya. Kata-katanya akan senantiasa terngiang-ngiang. Keramahannya pun benar-benar menjadi penyejuk bagi hati yang sedang membara. Jikalau saja orang yang berakhlak mulia ini tidak ada, maka siapapun akan merasa kehilangan, akan terasa ada sesuatu yang kosong di rongga qolbu ini. Orang yang wajib, adanya pasti penuh manfaat. Begitulah kurang lebih perwujudan akhlak yang baik, dan ternyata ia hanya akan lahir dari semburat kepribadian yang baik pula.





Manusia sunah, keberadaannya bermanfaat, tetapi kalau pun tidak ada tidak tercuri hati kita. Tidak ada rongga kosong akibat rasa kehilangan. Hal ini terjadi mungkin karena kedalaman dan ketulusan amalnya belum dari lubuk hati yang paling dalam. Karena hati akan tersentuh oleh hati lagi. Seperti halnya kalau kita berjumpa dengan orang yang berhati tulus, perilakunya benar-benar akan meresap masuk ke rongga qolbu siapapun.

Manusia mubah, ada tidak adanya tidak berpengaruh (wujuduhu ka adamihi/adanya sama saja dengan tiada). Seorang pemuda yang ketika ada di rumah keadaan menjadi berantakan, dan kalau tidak adapun tetap berantakan. Inilah pemuda yang mubah. Ada dan tiadanya tidak membawa manfaat, tidak juga membawa mudharat.


Adapun manusia makruh, keberadannya justru membawa mudharat. Kalau dia tidak ada, tidak berpengaruh. Artinya kalau dia datang ke suatu tempat maka orang merasa bosan atau tidak senang. Misalnya, ada seorang ayah sebelum pulang dari kantor suasana rumah sangat tenang, tetapi ketika sang ayah datang, anak-anak malah lari ke tetangga, ibu cemas, dan pembantu pun sangat gelisah. Inilah seorang ayah yang keberadaannya menimbulkan masalah.


Lain lagi dengan manusia haram, keberadaannya malah dianggap menjadi musibah, sedangkan ketiadaannya justru disyukuri.

Masya Allah, tidak ada salahnya kita merenung sejenak, tanyakan pada diri ini apakah kita ini anak yang menguntungkan orang tua atau hanya jadi benalu saja? Masyarakat merasa mendapat manfaat tidak dengan kehadiran kita? Adanya kita di masyarakat sebagai manusia apa, wajib, sunah, mubah, makruh, atau haram? Apakah kehadiran kita adalah rahmat bagi orang lain, atau malah menjadi musibah bagi yang lain.


Akhirnya khatib mengajak kepada kita semua, untuk membuktikan keimanan dan ketaqwaan kita dengan menjadi manusia yang penuh manfaat, manusia yang kehadirannnya sangat dinantikan oleh orang banyak. Kedatangannya membawa kesejukan dan kedamaian.

Baarokallahu lii walakum ….